Sejarah Desa Puhu

20 Mei 2022
Administrator
Dibaca 240 Kali
Sejarah Desa Puhu

Alkisah dijaman dahulu tersebutlah sebuah Kerajaan Kecil di hutan Alas Gunung Kunyit yang bernama Kerajaan Puhita Negara, yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Raden Anom.  Beliau mempunyai seorang Istri/Permaisuri yang sangat cantik berasal dari Para Arya Sidemen yang bernama I Gusti Ayu Sidemen.  Kerajaan Puhita Negara sangat makmur dan kaya raya, karena penghasilan Rakyatnya yang bersumber dari bertani sangat melimpah, sehingga Kerajaan Puhita Negara sering disebut sebagai Catu Mujung yang artinya tempat beras yang selalu penuh.

Pada suatu hari Raden Anom diiringi oleh Para Pengawal dan Prajurit Kerajaan pergi ketengah hutan untuk berburu.  Namun sampai satu hari penuh Beliau berada dalam hutan tidak seekorpun binatang buruan yang Beliau temukan, semua Pengiring sudah kelelahan, akhirnya Beliau memutuskan untuk beristirahat dan singgah disebuah Padukuhan yang dihuni oleh Seorang Dukuh bernama Dukuh Susun.  Kidukuh menerima sang Raja dengan perasaan senang dan Bangga seraya menyiapkan hidangan dan jamuan sesuai keadaan ditengah hutan.  Sang Raja dan Pengiringnya menikmati suguhan dari dukuh Susun dengan nikmatnya. 

Setelah beristirahat sejenak dan menikmati hidangan dari kidukuh Sang Raja akhirnya mohon diri untuk kembali  kekerajaan.  Sampai di kerajaan sang Istri sudah menunggu dan menyiapkan hidangan yang lesat.  Tetapi sang Raja menolak untuk menyantap hidangan Sang Istri karena barusan habis menikmati hidangan kidukuh susun.  Sang Permaisuri sangat kecewa dan mengeluarkan kata-kata yang tidak diketahui akan membawa malapetaka bagi Kerajaan dan dirinya.  Permaisuri mengatakan bahwa Sang Raja tidak mau makan karena sudah kena racun akibat disuguhi hidangan yang berasal dari Paridan atau barang Sisa.  Karena Sang Raja tahu bahwa baru kemarinya Dukuh Susun selesai mengadakan Pawotonan bagi anaknya, maka tanpa berpikir panjang sang Raja mengutus Maha Patih untuk membunuh kidukuh Susun.

Kendatipun sudah dengan berbagai cara kidukuh susun untuk meyakinkan Maha Patih namun karena Perintah Raja adalah Undang-Undang yang harus dijalankan maka dukuh susun tidak luput dari pembunuhan yang tidak berdosa itu.  Tetapi sebelum meninggal Dukuh Susun berpesan kepada Maha Patih untuk disampaikan kepada Raja yang mana pesannya adalah merupakan kutukan bagi Sang Raja bahwa dirinya tidak pernah melakukan seperti apa yang dituduhkan kepada dirinya, dan barang siapa yang menyebarkan pitnah agar menerima akibat yang setimpal.  Akhirnya dukuh Susun menghembuskan nafas terakhir.

Maha Patih Kembali Kekerajaan dengan perasaan yang ikut berdosa dan dengan tergagap menyampaikan pesan Dukuh Susun kepada Raja.  Mendengar apa yang disampaikn oleh maha Patih sang Raja menjadi panik, dalam kepanikannya itu Sang Raja lalu menikam Permaisurinya karena dianggap penyebab dari semua yang terjadi.

Setelah melihat Permaisuri tergeletak bermandikan darah, sang Raja kaget dan menjerit “ Sidemen”.  Sejak meninggalnya Dukuh Susun dan Gusti Ayu Sidemen, kehancuran Kerajaan Puhita Negara mulai terjadi, Sang Raja Mulai Sakit-sakitan dan akhirnya wafat.  Untuk mengenang Kerajaan Puhita Negara bekas pusat Pemerintahan Kerajaan diberi nama Sidem yang sampai saat ini masih menjadi nama lokasi pemukiman Penduduk (Sidem).   Kehancuran pun berlangsung terus dan akir dari kehancuran Kerajaan Puhita Negara adalah terjadinya gempa Bumi yang dahsyat yang meluluh lantahkan semua bangunan Kerajaan.  Beberapa penduduk yang masih hidup akhirnya mengungsi secara berkelompok.  Setelah sampai di tempat masing-masing kelompok membangun pemukiman.

Waktu terus berjalan  dan penduduk yang mengungsi sudah berkembang dan termasuk sistim Pemerintahan sudah berkembang dari sistim kerajaan menjadi sistim Pemerintahan Administratif, sehingga nama Kerajaan Puhita Negara juga dijadikan nama Desa Administratif yaitu “Puhu”,  dan lambang Desa juga memakai julukan Kerajaan Puhita Negara yaitu “Catu Mujung”

Demikianlah sejarah singkat Desa Puhu yang kami dapat dari Para sesepuh Desa Puhu yang kebenarannya secara tertulis belum kami dapat.